Pages

Minggu, 02 Juni 2013

Makalah Paradigma IPS

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian IPS
Menurut Ischak, dkk (2005: 1.36), IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau suatu perpaduan. Sifat IPS sama dengan Studi Social yaitu praktis, interdisipliner dan dianjurkan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau Social Studies. Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan IPS di Indonesia.
a.          Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. IPS  merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi, budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.

b.          Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa sekolah dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.

c.          S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.

Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS yang
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.

Paradigma IPS
IPS merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau manusia, dan merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu sosial. Ada tiga istilah yang termasuk bidang pengetahuan sosial yang terkadang membuat kita bingung dengan istilah – istilah ini, yaitu: Ilmu Sosial ( Social Sciences ), Studi Sosial ( Social Studies ), dan Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ). Selain istilah tersebut ada juga istilah yang kadang-kadang digunakan dalam menyebut bidang studi IPS, yaitu: Social Education dan Social Learning, yang menurut Cheppy kedua istilah tersebut lebih menitik beratkan kepada berbagai pengalaman disekolah yang dipandang dapat membantu anak didik untuk lebih mampu bergaul di tengah-tengah masyarakat.
a.       Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
IIS lebih menitik beratkan kepada interdisiplin pada suatu bidang studi kajian disatu disiplin ilmu, seperti contoh pada disiplin ilmu Antropologi.

  1. Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan kepada disiplin-disiplin ilmu sosial.
Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin bidang akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial yang terjadi pada masyarakat.

Studi Sosial menurut Achmad Sanusi:
“Adapun Studi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universiter, bahkan dapat merupakan bahan-bahan pelajaran bagi murid-murid sejak pendidikan dasar, dan dapat berfungsi selanjutnya sebagai pengantar bagi lanjutan kepada disiplin-disiplin Ilmu Sosial. Studi Sosial bersifat interdisipliner, dengan menetapkan pilihan judul atau masalah-masalah tertentu berdasarkan sesuatu rangka referensi, dan meninjaunya dari beberapa sudut sambil mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu dengan lainnya. Sesuatu acara ditinjau dari beberapa sudut komprehensif mungkin.”
Studi Sosial menurut John Jarolimek:
“Tugas Studi Sosial sebagai suatu bidang studi mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan tujuan membina warga masyarakat yang mampu menyelaraskan kehidupannya berdasarkan kekuatan-kekuatan fisik dan social, serta membantu melahirkan kemampuan memecahkan masalah-masalah social yang dihadapainya. Jadi, baik materi maupun metode pembelajaran penyajiannya harus sesuai dengan misi yang diembannya.”
  1. Pengetahuan Sosial (IPS)
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980: 8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
IPS lebih menitik beratkan kepada pendekatan multidisipliner  atau interdisipliner, dimana topik-topik dalam IPS dapat dimanipulasi menjadi suatu isu, pertanyaan atau permasalahan yang berperspektif interdisiplin.
Ilmu pengetahuan IPS yg dikenal di Indonesia bukan Ilmu Sosial. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS pada berbagai tingkat pendidikan tidak  akan menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, melainkan lebih menekankan kepada segi praktis mempelajari, menelaah serta mengkaji gejala dan masalah sosial dengan mempertimbangkan bobot dan tingkatan peserta didik pada tiap jenjang.
Pendekaatan yang dilakukan Studi Sosial sangat berbeda dengan pendekatan yang biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan Studi Sosial bersifat interdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam Ilmu Sosial ( Social Sciences ) bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing.
 Terdapat sejumlah perbedaan antara Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) sebagai bidang studi dengan Ilmu-Ilmu Sosial ( IIS ) sebagai disiplin ilmu:
1.      IPS sebagai disiplin ilmu seperti IIS, tetapi IPS lebih tepat sebagai suatu kajian karena dalam IPS terdapat berbagai macam disiplin ilmu social ( Sejarah, Geografi, Ekonomi, Antropologi, Ilmu Pemerintahan & Politik )
2.      Pendekatan yang dilakukan IPS adalah melalui multidisipliner atau interdisipliner. Tidak seperti IIS yang menggunakan pendekatan disiplin Ilmu atau monodisiplin ( memfokuskan dalam satu bidang ilmu saja ).
3.      IPS sengaja dirancang untuk kepentingan kependidikan,  oleh karena itu keberadaan IPS lebih memfokuskan kepada dunia persekolahan, Perguruan Tinggi, atau dipelajari di masyarakat umum sekalipun.
4.      IPS disamping menggunakan IIS sebagai bahan pengembangan materi pembelajaran dilengkapi dengan mempertimbangkan aspek psikologis-pedagogis.
Konsep “Social Studies” secara umum berkembang di Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang telah menujukkan reputasi akademis dalam bidang sosial, seperti dengan berdirinya National Council for The Social Studies (NCSS) pada tanggal 20-30 November 1935. dalam pertemuan ini, disepakati bahwa “Social Science as the Core of the Curriculum” yaitu menempatkan bahwa social studies sebagai core curriculum. Sedangkan pada tahun 1937, pilar historis-epiostemologis, social studies yang pertama, berupa suatu definisi tentang “social studies” yang berawal dari Edgar Bruce Wesley yaitu The Social Studies Are The Social Sciences Simplified Pedagogical Purpose yang artinya bahwa “The Social Studies” adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Kemudian dikembangkan bahwa social studies berisikan aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu geografi dan filsafat. Berdasarkan pengamatan Edgar Bruce Wesley selama 40-an tahun bahwa bahwa bidang social studies mengalami perkembangan dengan adanya ketakmenentuanm ketakberkeputusan, ketakbersatuan, dan ketakmajuan terutama pada tahun 1940-1970-an.
Pada periode ini, merupakan periode yang sangat sulit dalam menjalankan social studies. Antara tahun 1940-1950-an, “social studies” mendapat serangan dari segala penjuru yang pada dasarnya berkisar pada pertanyaan mesti atau tidaknya “social studies” menanamkan nilai dan sikap demokratis kepada para pemuda. Pada tahun 1960-an timbul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam pendidikanm, yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu revolusi dalam bidang social studies yang dipelopori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial. Kedua kelompok ilmuwan ini terpikat oleh “social studies” karena pada saat pemerintahan federal menyediakan dana yang sangat besar untuk pengembangan kurikulum. Dengan dana ini, para ahli bekerja sama untuk mengembangkan proyek kurikulum dan memproduksi bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Gerakan akademis tersebut dikenal sebagai gerakan “The New Social Studies”.
Namun demikian, sampai tahun 1970-an ternyata gagasan untuk mendapatkan The New Social Studies ini belum menjadi kenyataan. Isu yang terus menerpa social studies adalah mengenai perlu tidaknya indoktrinasi, tujuan pembelajaran yang saling bertentangan dan pertikaian mengenai isi pembelajaran. Pada tahun 1940-1960 terjadinya tarik menarik antara dua visi social studies, disatu pihak adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education dan di lain pihak terus bergulirnya gerakan pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi social studies education. Hal ini merupakan dampak dari berbagai penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa. Selain itu, merupakan dampak dari opini publik berkaitan dengan perang dunia II, perang dingin, dan perang korea serta kritik publik terhadap belum terwujudnya gagasan John Dewey tentang pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam praktik pendidikan persekolahan.
Gerakan The New Social Studies yang menjadi pilar dari perkembangan Social Studies pada tahun 1960-an bertolak dari kesimpulan bahwa “Social Studies” sebelumnya dinilai sangat tidak efektif dalam mengajarkan substansi dan mempengaruhi perubahan siswa. Oleh karena itu, sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial bersatu padu untuk bergerak meningkatkan Social Studies kepada taraf higher level of Intellectual Pursuit yakni mempelajari ilmu sosial secara mendasar. Dengan orientasi tersebut maka dimulailah era modus pembelajaran Social Studies Education. Dari berbagai pandangan mendorong timbulnya upaya mentransformasikan “Social Studies” ke dalam “Social Science” dan mengajarkan sebagai disiplin Akademik yang terpisah. Gerakan inilai yang mendorong berdirinya The Social Science Education Concortium ( SSEC ) yang kemudian menerbitkan bukunya yang pertama Concept and Structure in The New Social Studies Curriculum.
Pada akhir 1960-an adanya perubahan dari orientasi pada disiplin akademik yang terpisah-pisah ke suatu upaya untuk mencari hubungan interdisipliner. Definisi “Social Studies” dan pengidentifikasian “Social Studies” atas tiga tradisi pedagogis dianggap sebagai pilar utama dari “Social Studies” pada tahun 1970-an. Dalam definisi tersebut tersirat dan tersurat beberapa hal yaitu pertama Social Studies merupakan suatu sistem pengetahuan terpadu, kedua misi utama Social Studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat yang demokratis, ketiga sumber utama kontek Social Studies adalah social sciences dan humanities, keempat dalam upaya penyiapan warga negara yang demokratis (Barr dkk, 1978) pada tahun 1980-1990-an pemikiran mengenal Social Studies yang sebelumnya dilanda masalah, secara konseptual telah dapat diatasi.
Dilihat dari karakteristik dan tujuannya, Social Studies Education atau Social Studies yang dipikirkan untuk abad ke-21 masih tetap menempatkan pendidikan kewarganegaraan yaitu pengembangan Civic Responsibility and Active Civic Participation sebagai salah satu esensinya. Pada tahun 1992, The Board of Directors of The National Council fot The Social Studies mengadopsi visi terbaru mengenai Social Studies yang kemudian diterbitkan dalam dokumen resmi NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectations of Excellence; Curricullum Standars for Social Studies.

Paradigma Pendidikan IPS Indonesia
Karena dua hal yaitu di Indonesia belum ada lembaga professional bidang IPS sekuat pengaruh NSCC atau SSEC dan pembelajaran IPS sangat tergantung pada pemikiran individual atau kelompok pakar. Istilah IPS ( Ilmu Pengetahuan Sosial ), untuk pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo. Konsep IPS pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan ( PPSP ) IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah, pendidikan kewarganegaraan / Social Studies sebagai mata pelajaran rofes terpadu.
Dalam kurikulum 1975 Pendidikan IPS menampilkan empat profil yaitu:

1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan pendidikan kewarganegaraan yang mewadahi tradisi “Citizenship transmission”
2.      Pendidikan IPS terpadu untuk SD
3.      Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP
4.      Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi untuk SMA
 
Perkembangan Kurikulum di Negara kita dimulai pada:
-            Tahun 1975 => Dimana PPSP tidak memasuki antropologi, sosiiologi, ilmu pemerintahan.
-            Tahun 1984 => Mencakup disiplin pemerintahan dan politik, Pendidikan Moral dan Pancasila ( PMP ), dimana sosiologi dan antropologi berlaku di SLTP-SLTA.
-            Tahun 1994 => “Ilmu Sosiologi dan Antropologi” CBSA
-            Tahun 2004 =>  Bersifat tematik.

Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS nampaknya telah berulang kali dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni Pertemuan HISPISI ( Himpunan Sarjana Pendidikan IPS Indonesia ) pertama tahun 1989 di Bandung, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, M. Numan Somantri selaku pakar dan Ketua HISPISI (Somantri: 1993) kembali menegaskan dalam pertemuan Yogyakarta tahun 1991, sebagai berikut:
Versi PIPS untuk pendidikan Dasar dan Menengah:
PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu social dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia, yang diorhanisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP:
PIPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu social dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
Kelihatannya HISPISI ingin mencoba nenjernihkan pengertian PIPS dengan cara menggunakan dua label yang sama yakni PIPS, tetapi dengan dua versi pengertian, yakni pengertian PIPS untuk pendidikan persekolahan dan untuk pendidikan tinggi untuk guru IPS di IKIP/STKIP/FKIP. Kedua versi pengertian PIPS tersebut masih dipertahankan sampai dengan pertemuan Terbatas HISPISI di Universitas Terbuka Jakarta tahun 1998 (Somantri,1998:58), dan disepakati akan menjadi salah satu esensi dari position paper HISPISI tentang disiplin PIPS yang akan diajukan kepada LIPI.
Jika dilihat dari pokok-pokok pikiran yang diajukan oleh Numan Somantri selaku ketua HISPISI (Somantri: 1998) “Position Paper” itu akan menyajikan penegasan mengenai kedudukan PIPS sebagai synthetic discipline atau menurut Hartoonian (1992) sebagai integrated system of knowledge.
Dilihat dari perkembangan pemikiran yang berkembang di Indonesia sampai saat ini pendidikan IPS terpilah dalam dua arah, yaitu:
Pertama, PIPS untuk dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu rofes dan humaniora yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan persekolahan
Kedua, PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yang merupakan penyeleksian secara ilmiah dan meta psikopedagogis dari ilmu social, humaniora dan disiplin lain yang relevan untuk tujuan pendidikan rofessional guru IPS. PIPS merupakan salah satu konten dalam PDIPS.

PIPS untuk dunia persekolahan terpilah menjadi dua versi atau tradisi akademik pedagogis, yakni:
Pertama, PIPS dalam tradisi citizenship transmission dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Indonesia
Kedua, PIPS dalam tradisi social science dalam bentuk mata pelajaran IPS terpadu untuk SD, dan mata pelajaran IPS terkonfederasi untuk SLTP, dan IPS terpisah-pisah untuk SMU.
Kedua tradisi PIPS tersebut terikat oleh suatu visi pengembangan manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana digariskan dalam GBHN dan UU No.9/1998 tentang system Pendidikan Nasional.
Paradigma Perkembangan Pengetahuan Dalam Bidang PDIPS
Hal yang dimaksud dengan paradigma atau paradigma adalah accepted pattern or model: (Kuhn: 1970). Secara operasional paradigma pembangunan pengetahuan dalam bidang PDIPS diartikan sebagai pola pikir, pola sikap, dan pola tindakan yang tertata secara utuh yang seyogianya digunakan oleh para pakar atau ilmuwan PDIPS dalam melakukan kegiatan “konstruksi, Iterpretasi, Transformasi, dan Rekonstruksi (KITR)” pengetahuan sampai pada akhirnya ditemukan teori (Sanusi, 1998:19).
Apabila rangkaian kegiatan itu dilakukan dengan semangat dan komitmen keilmuan yang tepat, akan menghasilkan suatu system pengetahuan baru. Dengan menggunakan visi dinamis dari perkembangan ilmu tersebut maka tumbuhnya system pengetahuan yang baru yang kemudian berkembang menjadi disiplin baru, bukanlah sesuatu yang aneh, tetapi justru merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.



BAB III
PENUTUP

Konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “Social Studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki penaglaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang sosial. Seperti karya akademis yang dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies ( NCSS ).
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam persekolahan terjadi pada tahun 1972-1973, yakini dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan ( PPSP ) IKIP Bandung. Dalam kurikulum 1975 menampilkan empat profil yakni:
1)      Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara;
2)      Pendidikan terpadu untuk Sekolah Dasar;
3)      Pendidikan IPS terkonvederansi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung yang menaungi mata pelajaran Geografi, Sejarah, dan Ekonomi Koperasi; dan
4)      Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Dilihat dari perkembangan pemikiran yang berkembang di Indonesia sampai saat ini pendidikan IPS terpilah dalam dua versi, yaitu:
            PIPS untuk dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan persekolahan
 PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yang merupakan penyeleksian secara ilmiah dan psikologis dari ilmu sosial humaniora dan disiplin lain yang relevan untuk tujuan pendidikan profesional guru IPS. PIPS merupakan salah satu konten dalam PDIPS.



DAFTAR PUSTAKA

Winata, HUS. (2000). Pendidikasn Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Terbuka
Saripudin, U W. (1989). Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud, Dikjen Dikti. Proyek Pengembangan LPTK.
Myers, C. B. et.al. (2000). National Standards for Social Studies Teacher 1. Washington DC: National Caouncil for The Social Studies.
Myers, C. B. et.al. (2000). National Standards for Social Studies Teachers 2. Program Standards for The Initial preparation of Social Studies Teachers, Washington DC: national Council for The Social Studies.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Night Diamond - Link Select